Home » , » Jangan Marah! (Kiat-kiat untuk menanggulangi amarah)

Jangan Marah! (Kiat-kiat untuk menanggulangi amarah)


Pernah suatu ketika, ada salah seorang shahabat yang meminta washiat kepada Nabi. Maka Nabi bersabda kepadanya: لا تغضب (jangan marah). Shahabat tersebut meminta washiat lagi kepada nabi, akan tetapi nabi tetap memberikan jawaban yang sama. Senatiasa beliau mengulang pertanyaannya, senantiasa nabi mengulang jawaban beliau. (HR al Bukhaariy, secara makna)
Sungguh hadits diatas sudah sepatutnya dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita, agar kita merenungi alangkah pentingnya bagi kita untuk meredam dan menghilangkan amarah dalam hati. Dijelaskan Syaikh ‘Abdurrazaaq dalam kajiannya tentang syarah hadits diatas, bahwa hal ini menunjukkan “luapan amarah” merupakan POKOK DARI SEGALA KEBURUKAN [secara makna], oleh karenanya Rasuulullaah senantiasa mewasiatkan shahabat tersebut untuk tidak meluapkan emosinya bahkan memerintahkannya untuk menghilangkan emosi yang ada dalam hatinya.
Berkata Syaikh ibnul ‘Utsaimiin:
“Bukanlah maksud beliau adalah melarang memiliki rasa marah. Karena rasa marah itu bagian dari tabi’at manusia yang pasti ada. Akan tetapi maksudnya ialah kuasailah dirimu ketika muncul rasa marah. Supaya kemarahanmu itu tidak menimbulkan dampak yang tidak baik. Sesungguhnya kemarahan adalah bara api yang dilemparkan oleh syaithan ke dalam lubuk hati bani Adam.
Oleh sebab itulah anda bisa melihat kalau orang sedang marah maka kedua matanya pun menjadi merah dan urat lehernya menonjol dan menegang. Bahkan terkadang rambutnya ikut rontok dan berjatuhan akibat luapan marah. Dan berbagai hal lain yang tidak terpuji timbul di belakangnya. Sehingga terkadang pelakunya merasa sangat menyesal atas perbuatan yang telah dia lakukan.” (kutip dari muslim.or.id)
Berikut kiat-kiat untuk menanggulangi amarah, yang hendaknya kita perhatikan dan resapkan kedalam hati kita sehingga kita dapat mengamalkannya ketika tiba waktu untuk mengamalkannya:
1. Mengingat Allaah dengan hati kita [dengan menghadirkan ilmu yang SUDAH KITA PELAJARI tentang "meredam amarah"]
 
Ketika amarah menguasai hati, maka hendaknya kita mengetahui, bahwa hati kita telah dikuasi oleh keburukan. Maka hendaknya kita membendungnya dengan dzikrullaah. Dan diantara makna dzikrullaah adalah mengingatNya dalam hati kita. Dengan dzikrullaah ini, akan tenteramlah hati kita, yang sebelumnya terpenuhi dengan emosi.
Allaah berfirman:
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Ingatlah! hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram
[ar Ra'du: 28]
Berikut kiat-kiat berdzikir dengan hati, ketika emosi mendatangi:
- Mengingat bahwa Allaah MENCINTAI seseorang yang menahan amarahnya dan mudah memaafkan
Sebagaimana firmanNya :
وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ
…Dan apabila mereka marah segera memberi maaf.
[asy Syuura : 37].
Juga firmanNya
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
…Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.
[Aali ‘Imraan : 134].
- Mengingat bahwa jika kita mengekspresikan amarah kita, sehingga kita berbuat zhalim, maka Allaah TIDAK MENYUKAI orang-orang yang zhaalim
Allaah berfirman:
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.
(asy Syuuraa : 40)
- Mengingat bahwa jika kita mengekspresikan amarah kita, sehingga kita berbuat zhaalim, bahwa Allaah Maha Melihat perbuatan kita, bahwa Allaah Maha Mendengar perkataan kita, Allaah Maha Menyaksikan hal tersebut, dan Dia akan membalas kita pada hari kiamat kelak!
Abu Mas’ud al Badri Radhiyallahu ‘anhu pernah mengisahkan:
“Aku pernah memukul budak lelakiku. Kemudian aku mendengar suara dari belakang yang berbunyi : “Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud,” aku tidak memahami suara itu karena larut dalam emosi. Tatkala orang itu mendekat, ternyata adalah Rasulullah. [-- Dalam riwayat lain (ada tambahan) : "Maka cambukku terjatuh dari tanganku karena kewibawaan beliau". --]
Kemudian Beliau berkata :
اعْلَمْ أَبَا مَسْعُودٍ أَنَّ اللَّهَ أَقْدَرُ عَلَيْكَ مِنْكَ عَلَى هَذَا الْغُلَامِ
“Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud. Sesungguhnya Allah LEBIH MAMPU MENGHUKUM-MU, daripada dirimu terhadap budak lelaki itu”.
Ia kemudian berkata : “Setelah itu, aku tidak pernah memukul seorang budak pun”.
(HR Muslim)
- Mengingat bahwa orang yang mampu mengalahkan hawa nafsunya untuk mengekspresikan marah, bahkan menghilangkan marah dihatinya; adalah ciri orang yang KUAT KEIMANANNYA
Rasuulullaah bersabda:
لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ.
Orang yang kuat itu bukanlah yang pandai bergulat, tetapi orang yang kuat ialah orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah.
[HR al Bukhaariy, Muslim, dll]
- Mengingat bahwa MANUSIA TERBAIK (yang berakhlaq mulia), yang kita jadikan panutan kita, memerintahkan kita untuk menahan amarah, dan bahkan mencontohkan kita, bahwa beliau pun menahan amarahnya
Rasuulullaah bersabda:
لَا تَغْضَبْ
Jangan Marah
(HR al Bukhaariy, dll)
Beliau juga pernah mendapatkan perkataan dan perlakuan yang kurang menyenangkan beliau, kemudian beliau bersabda:
رحمةُ اللهِ على موسى . لَقَدْ أُوْذِيَ مُوْسَى بِأَكْثَرَ مِنْ هَذَا فَصَبَرَ
Semoga Allaah merahmati Muusaa, Sungguh Musa disakiti dengan yang lebih menyakitkan daripada ini, namun beliau bersabar.
[HR al Bukhaariy, Muslim, dll]
- Mengingat ada BALASAN yang BESAR, jika kita menahan serta menghilangkan amarah yang ada dalam hati
Rasuulullaah bersabda:
مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ مَا شَاءَ.
Barangsiapa menahan amarah padahal ia mampu melakukannya, pada hari Kiamat Allah ‘azza wa jalla akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk, kemudian Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang ia sukai.
[Hasan; HR. Ahmad, Abu Daawud, at Tirmidziy, ibnu Maajah, dll]
Rasuulullaah juga bersabda:
لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ.
Jangan kamu marah, maka kamu akan masuk Surga.
[Shahiih; HR ath Thabraaniy]
2. Menyebut namaNya, yaitu berlindung kepadaNya ketika marah menghampiri (disertai penghadiran hati akan makna dzikir yang dibaca)
 
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Dan jika syaithan datang mengodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
[al A’raaf : 200].
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِني لأعلمُ كَلِمَةً لَوْ قالَهَا لذهبَ عنهُ ما يجدُ، لَوْ قالَ: أعوذُ بالله مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ، ذهب عَنْهُ ما يَجدُ
Sungguh aku mengetahui ada satu kalimat, jika dibaca oleh orang ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta’awudz: “A-’uudzu billaahi minas syaithanir rajiim”, marahnya akan hilang.
(HR. Bukhari dan Muslim)
[jika ada yang berkata: 'saya sudah baca ta'awwudz, kok belum hilang']
Hendaknya membacnaya dengan pengetahuan dan pemahaman… Ketika ia SEDANG membacanya, ia TAHU dan PAHAM, bahwa ia berlindung kepada Allaah dari godaan syaithan yang hendak menggodanya untuk mengekspresikan amarahnya. Dan ia berlindung kepada Allaah, dari buruknya konsekuensi dari amarah yang diekspresikan.
Juga hendaknya seseorang ketika mengucapkan dzikir diatas, meniatkannya untuk menghilangkan marah… [jadi bukan sekedar mengucapkan dengan lisan, tapi dalam hatinya masih ingin mengekspresikannya! Bahkan justru yang disebut dengan menahan marah adalah adanya usaha untuk menghilangkan keinginan dalam hati untuk mengekspresikan marah tersebut, bahkan keinginan untuk menghilangkan amarah tersebut!]
Dan meyakini bahwa hanya Allaah-lah yang mampu menghilangkan hal tersebut dalam hati kita. Allaah berfirman:
َوَيُذْهِبْ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ
Dan Dia menghilangkan kemarahan hati mereka (orang Mukmin)…
[at-Taubah : 15]
Sehingga ketika kita mengucapnya, benar-benar mengharapkan agar Allaah menghilangkan marah dalam hati kita.
3. Melakukan sebab-sebab yang dapat menghilangkan marah
- Jika sedang berdiri, maka duduk. Jika sedang duduk, maka berbaring
Rasuulullaah bersabda:
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ ، وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ.
Apabila seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri, hendaklah ia duduk; apabila amarah telah pergi darinya, (maka itu baik baginya) dan jika belum, hendaklah ia berbaring.
[Shahiih; HR Ahmad, Abu Daawud, ibnu Hibbaan, dll]
- Tidak berkata-kata, kecuali dzikir kepada Allaah (lihat point no. 2), atau mengatakan perkataan yang benar
Rasuulullaah bersabda:
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ.
Apabila seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam.
[Shahiih; HR Ahmad, al Bukhaariy (dalam adabul mufrad), al Bazzaar, dll]
Diantara doa beliau adalah:
أَسْأَلُكَ كَلِمَةَ الْحَقِّ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَى.
as-aluka kalimatal haq, fi ghadabi war ridhaa
Aku memohon kepada-Mu perkataan yang benar pada saat marah dan ridha.
[Shahiih; HR Ahmad, an Nasaa-iy, ibn Hibbaan, dll]
- Tidak mendatangi, bahkan menjauhi sebab-sebab yang mengantarkan kita kepada amarah
Sebagai upaya preventif kita agar tidak jatuh kedalam jeleknya sifat marah.
Semoga bermanfaat

0 komentar:


Diberdayakan oleh Blogger.